masjid
yang telah berumur lebih dari 800 tahun ini,adalah masjid yang sangat
bersejarah di tanah aceh,masjid ini adalah masjid yang tertua di asia masjid ini terletak di kota blangkejeren(gayo lues)kampung besar penampaan untuk lebih lengkap silahkan klikdi sini di sinidi sini di sini
ini foto-foto ni muyang-muyang ku tengah ha i penampaan i arap masjid asal imasa jemen he he,,,
udah sore nih, kita kesekolah yuk”, sambut cak kepadaku.
Padahal aku baru sampai dirumahnya. “Memang ada apa disekolah”, kata ku dengan muka bingung.
Aku putar sepeda motorku balik arah. cak bergegas menaiki motorku,
“Kita kesekolah karena hari ini banyak anak anak baru disekolah”, sambil menempuk punggungku tanda segera tancap gas, “Aku
yakin banyak perempuan cantik disana.” Katanya.
setelah kami sampai disekolah,aku dan cak (sahabatku),kami berdua duduk
di depan kelas kami yaitu kelas III IPS3, saat aku dan cak menyalakan
cigaret marIboro merah,
dari belakang kami terdengar suara yang saaaangat indah-
“bentar dong…”,kami mau lewat!!
Perempuan itu membangunkan lamunanku beberapa saat setelah mendengar
suaranya.”Oh ini..” Aku terkagum akan kecantikannya. Aku
rasa rambut pendeknya telah memikatku. Pakaiannya kaos yang sangat
indah ditambah dengan rok jeans dan sepatu cats, kami pun segera
mengangkat dan memindahkan kursi tempat duduk kami,dan memberikan jalan
pada mereka berdua(perempuan yang belum ku tahu namanya itu) Aku terus
memandanginya hingga saat ia telah jauh dari kami, Tanpa ada kata
tambahan atau gerakan tubuhku yang lain. Hanya tatapan mataku yang belum
bisa aku tolehkan ke arah lain!
Begitu perempuan itu pergi, cak(sahabatku) melambai-lambaikan tangannya di depan mataku,
''jangan bengong dong'', cak memperingati aku. Tapi hatiku sudah
terlanjur jatuh di hadapannya. Aku baru sadar ternyata aku masih tak
lepas dari memandangnya. Perempuan itu masih ada di lapangan sebelah
bermain dengan penuh semangat bersama anak baru lainnya. Ya dia pasti
anak baru disini.
cak merangkul ku. “Yang mana sih?” Ia melemparkan matanya menjelajahi
semua wajah baru disana. “Aku yakin kamu suka perempuan yang pakai
jilbab putih itu ya kan?”
Aku diam saja seolah tak mendengarkan... cak salah.! Dia bukan yang
pake jilbab putih, tapi yang rambutnya se-bahu. Aku akui memang
perempuan yang memakai jilbab itu tak kalah menarik dari perempuan yang
kukagumi. Mungkin,
aku sudah menentukan pilihan hatiku.
***
“Namanya siapa ya?” tanyaku sambil mengarahkan tanganku padanya. Ia
seolah tidak memperhatikan aku. Terus berjalan meninggalkan sekolah
menuju jalan raya. Berlalu bersama anak-anak lain yang baru saja pulang. aku terus mengikutinya, Ditangannya
memegang minuman pocari sweet, dan diteguknya beberapa kali. Dengan
pandangan matanya yang indah itu ia menatapku. Dia menjabatkan tangan,
“desi” Aku membalas tatapannya, “Panggil saja bram”. Desi nama
perempuan itu. Dia yang sejak tadi mengganggu hatiku. Desi orangnya
simpel. Berjalan dengan santai, dia menggendong tas nya yang berwarna
hitam itu didepan. Tak lebih aku seperti orang yang menanyakan alamat
padanya. Dan setelah alamat itu jelas ia berlalu begitu saja. Aku
mengalihkan pandangan ku pada temanya, “Kalau kamu namanya siapa?”.
Dengan tatapan ayu gadis berjilbab itu menjabat tanganku, “linda”.
Cantik… itulah kesan pertama yang kudapat darinya. Matanya pun tak kalah
indah dengan desi. Tapi Desi tetap lebih mengodaku untuk mengenal nya
lebih jauh.
becak itu melaju setelah desi menaikinya. Tak berkata, hanya sebuah
senyuman manis yang ia lempar padaku. Aku masih memandangnya hingga
becak itu tak tampak lagi. cak menarik punggungku,“Yuk pulang.” Aku pun
menaiki motorku,”Kapan lagi kita bisa ketemu cewek itu”. Tanyaku. cak
mengerutkan
keningnya seolah sedang berfikir keras. “Hmmm…setiap hari bisa
kok,mereka kan udah lulus di SMA ini,
jawabnya. Padahal ia tak perlu berfikir selama itu. Mungkin ia ingin
mengejekku.
he he ,oh ia iaa!! aku lupa
***
desi hanya terdiam. Sebentar lagi bel berbunyi tanda istirahat selesai.
Aku masih berdiri didepan kelasnya, menunggu jawaban pertanyaanku,”
Kamu mau kan jadi pacarku?”. Nekat memang. Ini baru 2 hari aku
mengenalnya. Mungkin seharusnya kita bisa mengenal lebih jauh dulu
sebelum aku mengungkapkan perasaanku. Teman sekelasnya lah yang
meyakinkan aku. Namanya Ayu'. Aku mengenalnya baru kemarin. Ketika itu
aku mendengar ia bernyanyi dengan merdu pas jam istirahat. Lalu aku
coba berkenalan.
“Kamu teman sekelasnya desi ya?”
Ayu menoleh padaku,”ya”.
“Kenalkan, namaku Bram.”
“oh… Aku Ayu.”
”Kenal Desi dimana?”
Aku coba duduk disampingnya. “Baru beberapa hari yang lalu.. ketika
mereka ada urusan ke sekolah.” Saat itu ia duduk bersama beberapa
temanya di kantin.
Salah seorang diantaranya memegang gitar yang sempat terhenti karena
kedatanganku. Tapi kini mulai memainkannya lagi dan bernyanyi.
Ayu menelan roti yang dikunyahnya,” Desi itu orangnya baik loh. Dia
bisa bergaul. Walau tidak terlalu menonjol. Karena dia tidak bicara
banyak tentang dirinya.” Ayu menatapku. “Sepertinya kamu yang sering
datang menemui Desi di depan kelasku ya kalau jam istirahat?”
Aku sempat gugup. Aku tak menyangpingpka kehadiranku di kelas 1 mengundang
perhatian teman-temannya Desi. “Ya.. aku sangat tertarik. Tapi seperti
katamu dia cukup tertutup tentang perasaannya.”
“Aku yakin kok dia juga suka sama Bram.” Ayu mengatakannya dengan menyakinkan.
Sempat tak percaya aku menunjukkan wajah ragu-ragu,”memangnya dia pernah cerita ke kamu tentang aku?”
“Tidak.” Ayu terdiam beberapa saat. “Kita sama-sama perempuan. Pasti bisa merasakan.”
Astrid menunjukkan tatapan tajam seolah ingin mencari kebenaran di
mataku,”Selama ini Desi tak pernah menolak kan jika bertemu Bram?”
Aku membuang mataku kedepan. Tak ingin Ayu tau lebih banyak perasaanku
terhadap desi. ”Iya sih. Tapi tetap aku tak bisa tahu perasaannya.”
“Nyatakan saja.”
Aku kembali menatap Ayu. Aku ingin dia mengucapkan sekali lagi, aku rasa aku salah mendengarnya.
Ayu sepertinya tahu kalo aku tidak sependapat dengannya,”Ia bram ,
nyatakan saja perasaan bram. Aku yakin pasti diterima. Cepat loh
sebelum terlambat”.
Benar juga ya. Bisikku dalam hati. Selama ini keraguanku akan terjawab
jika Desi dapat menerima perasaanku padanya. Aku mulai mencari hari
yang tepat, besok. Ya besok hari yang tepat.
“Ok, Ayu makasih ya. Aku coba pertimbangkan dulu usulmu. Aku mau ke
kelas dulu. Sampai nanti.” Aku pergi menginggalkannya sambil melambaikan
tangan. Aku tak ingin Ayu tahu rencana ku besok. Ayu kembali
mencoba menikmati rotinya sambil mengikuti lagu yang sedang dialunkan
temannya.
Aku tidak berharap Desi menjawabnya hari ini juga. Aku bisa menerima
kalau ia butuh waktu. Desi menatapku. Matanya yang indah memancarkan
harapan yang besar padaku. Ia tersenyum sambil mengangguk. “Iya”,
jawabnya singkat. Perasaanku tak menentu. Aku masih belum percaya. Aku
sangat senang mendengar jawabannya. Tapi juga sangat terkejut karena tak
berharap secepat itu Desi menjawab. Tak ada kata yang dapat kutemukan
dalam waktu yang sesingkat ini. Bel istirahat telah berbunyi, waktu ku
habis. Hanya ekspresi bahagia dan senyuman indah yang bisa
kutujukkan,”Terima kasih”. Desi melepasku ketika aku mulai
meninggalkannya menuju kelasku. Lalu sesaat aku mendengar teman-temannya
menggodanya seolah tahu tentang tali kasih yang telah terjalin antara
kita.
***
Jam pulang sekolah telah selesai . Aku menunggunya disini. Biasanya dia
melewati kantin sebelum akhirnya keluar melalui gerbang sekolah. Semalam
aku menelponnya.
“Halo, Desinya ada.” Kataku sesaat setelah terdengar jawaban dari telponku.
“Sebentar ya.” Telpon nya agak dijauhkan. “Desi ada yang telpon”, suara itu berteriak, terdengar sangat jelas.
Lalu ku dengar suara yang sangat ku kenal,”Hallo, ya ini Desi, siapa ya?”
“Hai… ini Bram, Lagi apa?” Tanya ku dengan nada gugup. dari sejak
pertama ku call nomor Desi selalu saja hatiku deg degan. Segala yang
ingin ku
ungkap kan seolah lenyap.
“Oh… iya aku lagi diatas. Sebentar ya aku duduk dulu.” Suaranya hilang beberapa saat. ”Baru saja PR ku selesai.”
“si, tadi siapa?”Tanyaku memulai pembicaraan.
Terdengar ia tak berbicara padaku,”Mama, udah sana. Jangan ganggu dong.”
Aku mencoba mengajaknya bicara lagi, “Hallo… hallo?”
“iya.. Sory Bram. Tadi yang angkat telpon mamak. Mamak ingin dengar percakapan kita. Biasa mamak suka ingin tahu aja.“
“Memang mamah tahu tentang hubungan kita?”
“Aku sih belum pernah cerita.”
Tiba-tiba suaranya terdengar berat.”Maaf ya Bram. Aku tadi pulang cepat.
Karena kemarin pulangnya telat jadi mamak marah. Aku sekarang harus
pulang cepat terus. Mamahksuka khawatir.”
Aku sebenarnya sudah memaafkannya sejak pulang sekolah tadi dia ingin
pulang cepat. Tapi sekarang baru aku mengerti alasannya. Sehari sebelum
nya memang kita berdua bicara banyak di taman sekolah. Sedikitnya aku
jadi lebih mengenal siapa Desi. Dia coba bicara tentang kondisi orang
tuanya yang sudah bercerai. Ia ingin aku maklum. Tapi bagiku itu bukan
masalah. Aku tak peduli siapa Desi. Aku berani menyatakan perasaan ku
itu berarti aku telah siap menerima dia apa adanya. Tak terasa sudah 2
jam kami bicara saat itu.Lalu Desi pun ku antar sampai ke jalan raya.
Aku mencoba mengubah arah pembicaraan.” Besok kan hari minggu….”
Kata-kata ku terhenti mencoba mencari kata yang tepat agar Desi tidak
menolak ajakanku. “Kita keluar yuk. Bareng kawan-kawan Desi.
Trus kamu juga bisa ajak linda sama ayu,.” Aku berharap Desi menerima ajakanku.
Desi terdiam. “Maaf, aku ga bisa.” Suaranya pelan dan berat terasa
olehku. Mungkin Desi ingin aku mengerti. Tetap aku terpukul atas
jawabannya. Hubungan kami hanya lewat telpon. Pulang sekolah sudah sulit
sekarang karena Putri harus pulang cepat. Masa sih bentar saja dia
tidak bisa. Aku coba lihat sisi baiknya. Ya aku tahu beginilah kalau
terlalu cepat mengungkapkan perasaan kita sebelum tahu banyak tentang
dia. Aku hanya berharap ke depannya hubungan ini bisa lebih baik.
Pembicaraan malam itu tak berlangsung lama. ..
***
Desi terlihat berjalan ke arahku. Bersama beberapa temannya ia
menatapku. Jantungku terlalu cepat menyambut moment ini. Dia telah
menari bahagia. Bedegup kencang mengajakku segera mendekat.
“linda, kamu duluan ya. Aku mau bicara dulu sama Bram.” Putri berjalan menghampiriku.
“Ok. Aku duluan ya.” linda melambaikan tangannya kepadaku.
“Waktuku ga banyak. Maaf ya. Katanya ada yang ingin kamu berikan ke aku
ya?” Desi memandangku berusaha ingin tahu apa yang akan ku berikan
padanya.
“Kita duduk disana yuk.”
Desi menganguk. Lalu aku membawanya kedepan taman sekolah. Disana kami duduk tepat depan kelas III IPS3.
“Aku hanya ingin memberimu lagu ini.” Sambil ku berikan selembar kertas yang kutulis berisi 1 buah lagu.
Ku akui ku memang cinta
Dengan segenap cinta yang ada
Dan ku ingin kau rasakan juga
Apa yang kurasa
Jika hati memang telah padukan kita
Dan anganpun kini telah terwujud nyata
Maka biarkanlah begitu adanya
Cinta kan mewarna
Reff:
Maafkanlah ku yang tak tahu
Segalanya didalam hatimu
Jika memang ku menyayangimu
Adakah kau ragu
Segala mimpi-mimpi yang ku inginkan
Jika nanti hadir jadi kenyataan
Masih adalah yang kau ragukan
Akan semua ketulusan
“Ini adalah lagu yang aku ciptakan sebelum kita jadian. Aku harap ini bisa mewakilkan perasaanku.”
Desi hanya terdiam. Matanya yang indah itu yang berkata padaku. Seolah mengungkapkan perasaan yang sama seperti yang kurasakan.
Desi melipat kertas itu dan menaruhnya di kantong. “Terima kasih.” Katanya sambil tersenyum lalu memandangku dalam.
Bukan hanya kata itu yang kuharapkan. Aku ingin dia mengungkapkan
perasaannya. Sejak bersamanya tak pernah ku dengar kata yang menyejukkan
hatiku. Ia selalu terdiam jika aku memancingnya dengan beragam kata
pujian yang telah kurangkai indah. Begitu mudahnya ku lukiskan
perasaanku. Kadang aku bertanya sesulit itukah mengungkapkan
perasaannya. Tapi justru ini yang membuatku makin tertarik padanya.
Artinya aku harus lebih bisa menunjukkan kesungguhanku padanya. Sehingga
putri dapat dengan mudah mengatakan isi hatinya.
“Yuk, aku antar kamu ke depan. Nanti kamu terlambat lagi pulang.” Kataku sambil menarik tangannya agar Desi berdiri.
Desi enggan melangkah,“Kamu ga apa-apa kan kalo minggu minggu kemmarin aku gak bisa keluar sama kamu.”
Aku pun coba tidak membuatnya resah, “Ya ga lah. Aku tuh ingin selalu yang terbaik buat kamu.”
Kami tetap bicara hal-hal lain. Sampai akhirnya aku melepaskannya.