KISAH CINTA BRAM

MY HEART

Sabtu, 30 April 2011

MASJID ASAL MUTUAH

''MASJID ASAL MUTUAH''

masjid yang telah berumur lebih dari 800 tahun ini,adalah masjid yang sangat bersejarah di tanah aceh,masjid ini adalah masjid yang tertua di asia
masjid ini terletak di kota blangkejeren(gayo lues)kampung besar penampaan
untuk lebih lengkap silahkan klik di sini  di sini  di sini  di sini

 

 

 

 

 

 

 

 

 

ini foto-foto ni muyang-muyang ku tengah ha i penampaan i arap masjid asal imasa jemen   he he,,,












BRAM PROFIL

BRAM PROFIL

 
Add caption

 
Add caption

NAMA     : IBRAHIM AFRILIA / BRAM

TTL          : BLANGKEJEREN 30 APRIL 1990

HOBI        : MENIRU ORANG LAIN

ALAMAT : KAMPUNG BESAR PENAMPAAN TOA

LOVE STORY

  LOVE STORY

 udah sore nih, kita kesekolah yuk”, sambut cak kepadaku. Padahal aku baru sampai dirumahnya. “Memang ada apa disekolah”, kata ku dengan muka bingung. Aku putar sepeda motorku balik arah. cak bergegas menaiki motorku, “Kita kesekolah karena hari ini banyak anak anak baru disekolah”, sambil menempuk punggungku tanda segera tancap gas, “Aku yakin banyak perempuan cantik disana.” Katanya.

 setelah kami sampai disekolah,aku dan cak (sahabatku),kami berdua duduk di depan kelas kami yaitu kelas III IPS3,  saat aku dan cak menyalakan cigaret marIboro merah,

dari belakang kami terdengar suara yang saaaangat indah-

“bentar dong…”,kami mau lewat!!

Perempuan itu membangunkan lamunanku beberapa saat setelah mendengar suaranya.”Oh ini..” Aku terkagum akan kecantikannya. Aku rasa rambut pendeknya telah memikatku. Pakaiannya kaos yang sangat indah ditambah dengan rok jeans dan sepatu cats, kami pun segera mengangkat dan memindahkan kursi tempat duduk kami,dan memberikan jalan pada mereka berdua(perempuan yang belum ku tahu namanya itu)  Aku terus memandanginya hingga saat ia telah jauh dari kami, Tanpa ada kata tambahan atau gerakan tubuhku yang lain. Hanya tatapan mataku yang belum bisa aku tolehkan ke arah lain!

Begitu perempuan itu pergi, cak(sahabatku) melambai-lambaikan tangannya di depan mataku,

''jangan bengong dong'', cak memperingati aku. Tapi hatiku sudah terlanjur jatuh di hadapannya. Aku baru sadar ternyata aku masih tak lepas dari memandangnya. Perempuan itu masih ada di lapangan sebelah bermain dengan penuh semangat bersama anak baru lainnya. Ya dia pasti anak baru disini.

cak merangkul ku. “Yang mana sih?”  Ia melemparkan matanya menjelajahi semua wajah baru disana. “Aku yakin kamu suka perempuan yang pakai jilbab putih itu ya kan?” Aku diam saja seolah tak mendengarkan... cak salah.!  Dia bukan yang pake jilbab putih, tapi yang rambutnya se-bahu. Aku akui memang perempuan yang memakai jilbab itu tak kalah menarik dari perempuan yang kukagumi. Mungkin, aku sudah menentukan pilihan hatiku.

***

“Namanya siapa ya?” tanyaku sambil mengarahkan tanganku padanya. Ia seolah tidak memperhatikan aku. Terus berjalan meninggalkan sekolah menuju jalan raya. Berlalu bersama anak-anak lain yang baru saja pulang. aku terus mengikutinya, Ditangannya memegang minuman pocari sweet, dan diteguknya beberapa kali. Dengan pandangan matanya yang indah itu ia menatapku. Dia menjabatkan tangan, “desi” Aku membalas tatapannya, “Panggil saja bram”. Desi nama perempuan itu. Dia yang sejak tadi mengganggu hatiku. Desi orangnya simpel. Berjalan dengan santai, dia menggendong tas nya yang berwarna hitam itu didepan. Tak lebih aku seperti orang yang menanyakan alamat padanya. Dan setelah alamat itu jelas ia berlalu begitu saja. Aku mengalihkan pandangan ku pada temanya, “Kalau kamu namanya siapa?”. Dengan tatapan ayu gadis berjilbab itu menjabat tanganku, “linda”.  Cantik… itulah kesan pertama yang kudapat darinya. Matanya pun tak kalah indah dengan desi. Tapi Desi tetap lebih mengodaku untuk mengenal nya lebih jauh.

becak itu melaju setelah desi menaikinya. Tak berkata, hanya sebuah senyuman manis yang ia lempar padaku. Aku masih memandangnya hingga becak itu tak tampak lagi. cak menarik punggungku,“Yuk pulang.” Aku pun menaiki motorku,”Kapan lagi kita bisa ketemu cewek itu”. Tanyaku. cak mengerutkan keningnya seolah sedang berfikir keras. “Hmmm…setiap hari bisa kok,mereka kan udah lulus di SMA ini, jawabnya. Padahal ia tak perlu berfikir selama itu. Mungkin ia ingin mengejekku.

he he ,oh ia iaa!! aku lupa

***

desi hanya terdiam. Sebentar lagi bel berbunyi tanda istirahat selesai. Aku masih berdiri didepan kelasnya, menunggu jawaban pertanyaanku,” Kamu mau kan jadi pacarku?”. Nekat memang. Ini baru 2 hari aku mengenalnya. Mungkin seharusnya kita bisa mengenal lebih jauh dulu sebelum aku mengungkapkan perasaanku. Teman sekelasnya lah yang meyakinkan aku. Namanya Ayu'. Aku mengenalnya baru kemarin. Ketika itu aku mendengar ia bernyanyi dengan merdu pas jam istirahat. Lalu aku coba berkenalan.

“Kamu teman sekelasnya desi ya?”

Ayu menoleh padaku,”ya”.

“Kenalkan, namaku Bram.”

“oh… Aku Ayu.”

”Kenal Desi dimana?”

Aku coba duduk disampingnya. “Baru beberapa hari yang lalu.. ketika mereka ada urusan ke sekolah.” Saat itu ia duduk bersama beberapa temanya di kantin. Salah seorang diantaranya memegang gitar yang  sempat terhenti karena kedatanganku. Tapi kini mulai memainkannya lagi dan bernyanyi.

Ayu menelan roti yang dikunyahnya,” Desi itu orangnya baik loh. Dia bisa bergaul. Walau tidak terlalu menonjol. Karena dia tidak bicara banyak tentang dirinya.” Ayu menatapku. “Sepertinya kamu yang sering datang menemui Desi di depan kelasku ya kalau jam istirahat?”

Aku sempat gugup. Aku tak menyangpingpka kehadiranku di kelas  1 mengundang perhatian teman-temannya Desi. “Ya.. aku sangat tertarik. Tapi seperti katamu dia cukup tertutup tentang perasaannya.”

“Aku yakin kok dia juga suka sama Bram.” Ayu mengatakannya dengan menyakinkan.

Sempat tak percaya aku menunjukkan wajah ragu-ragu,”memangnya dia pernah cerita ke kamu tentang aku?”

“Tidak.” Ayu terdiam beberapa saat. “Kita sama-sama perempuan. Pasti bisa merasakan.”

Astrid menunjukkan tatapan tajam seolah ingin mencari kebenaran di mataku,”Selama ini Desi tak pernah menolak kan jika bertemu Bram?”

Aku membuang mataku kedepan. Tak ingin Ayu tau lebih banyak perasaanku terhadap desi. ”Iya sih. Tapi tetap aku tak bisa tahu perasaannya.”

“Nyatakan saja.”

Aku kembali menatap Ayu. Aku ingin dia mengucapkan sekali lagi, aku rasa aku salah mendengarnya.

Ayu sepertinya tahu kalo aku tidak sependapat dengannya,”Ia bram , nyatakan saja perasaan bram. Aku yakin pasti diterima. Cepat loh sebelum terlambat”.

Benar juga ya. Bisikku dalam hati. Selama ini keraguanku akan terjawab jika Desi dapat menerima perasaanku padanya. Aku mulai mencari hari yang tepat, besok. Ya besok hari yang tepat.

“Ok, Ayu makasih ya. Aku coba pertimbangkan dulu usulmu. Aku mau ke kelas dulu. Sampai nanti.” Aku pergi menginggalkannya sambil melambaikan tangan. Aku tak ingin Ayu tahu rencana ku besok. Ayu kembali mencoba menikmati rotinya sambil mengikuti lagu yang sedang dialunkan temannya.

Aku tidak berharap Desi menjawabnya hari ini juga. Aku bisa menerima kalau ia butuh waktu. Desi menatapku. Matanya yang indah memancarkan harapan yang besar padaku. Ia tersenyum sambil mengangguk. “Iya”, jawabnya singkat. Perasaanku tak menentu. Aku masih belum percaya. Aku sangat senang mendengar jawabannya. Tapi juga sangat terkejut karena tak berharap secepat itu Desi menjawab. Tak ada kata yang dapat kutemukan dalam waktu yang sesingkat ini. Bel istirahat telah berbunyi, waktu ku habis. Hanya ekspresi bahagia dan senyuman indah yang bisa kutujukkan,”Terima kasih”. Desi melepasku ketika aku mulai meninggalkannya menuju kelasku. Lalu sesaat aku mendengar teman-temannya menggodanya seolah tahu tentang tali kasih yang telah terjalin antara kita.

***

Jam pulang sekolah telah selesai . Aku menunggunya disini. Biasanya dia melewati kantin sebelum akhirnya keluar melalui gerbang sekolah. Semalam aku menelponnya.

“Halo, Desinya ada.” Kataku sesaat setelah terdengar jawaban dari telponku.

“Sebentar ya.” Telpon nya agak dijauhkan. “Desi ada yang telpon”, suara itu berteriak, terdengar sangat jelas.

Lalu ku dengar suara yang sangat ku kenal,”Hallo, ya ini Desi, siapa ya?”

“Hai… ini Bram, Lagi apa?” Tanya ku dengan nada gugup. dari sejak pertama ku call nomor Desi selalu saja hatiku deg degan. Segala yang ingin ku ungkap kan seolah lenyap.

“Oh… iya aku lagi diatas. Sebentar ya aku duduk dulu.” Suaranya hilang beberapa saat. ”Baru saja PR ku selesai.”

“si, tadi siapa?”Tanyaku memulai pembicaraan.

Terdengar ia tak berbicara padaku,”Mama, udah sana. Jangan ganggu dong.”

Aku mencoba mengajaknya bicara lagi, “Hallo… hallo?”

“iya.. Sory Bram. Tadi yang angkat telpon mamak. Mamak ingin dengar percakapan kita. Biasa mamak suka ingin tahu aja.“

“Memang mamah tahu tentang hubungan kita?”

“Aku sih belum pernah cerita.”

Tiba-tiba suaranya terdengar berat.”Maaf ya Bram. Aku tadi pulang cepat. Karena kemarin pulangnya telat jadi mamak marah. Aku sekarang harus pulang cepat terus. Mamahksuka khawatir.”

Aku sebenarnya sudah memaafkannya sejak pulang sekolah tadi dia ingin pulang cepat. Tapi sekarang baru aku mengerti alasannya. Sehari sebelum nya memang kita berdua bicara banyak di taman sekolah. Sedikitnya aku jadi lebih mengenal siapa Desi. Dia coba bicara tentang kondisi orang tuanya yang sudah bercerai. Ia ingin aku maklum. Tapi bagiku itu bukan masalah. Aku tak peduli siapa Desi. Aku berani menyatakan perasaan ku itu berarti aku telah siap menerima dia apa adanya. Tak terasa sudah 2 jam kami bicara saat itu.Lalu Desi pun ku antar sampai ke jalan raya.

Aku mencoba mengubah arah pembicaraan.” Besok kan hari minggu….” Kata-kata ku terhenti mencoba mencari kata yang tepat agar Desi tidak menolak ajakanku. “Kita keluar yuk. Bareng kawan-kawan Desi. Trus kamu juga bisa ajak linda sama ayu,.” Aku berharap Desi menerima ajakanku.

  Desi terdiam. “Maaf, aku ga bisa.” Suaranya pelan dan berat terasa olehku. Mungkin Desi ingin aku mengerti. Tetap aku terpukul atas jawabannya. Hubungan kami hanya lewat telpon. Pulang sekolah sudah sulit sekarang karena Putri harus pulang cepat. Masa sih bentar saja dia tidak bisa. Aku coba lihat sisi baiknya. Ya aku tahu beginilah kalau terlalu cepat mengungkapkan perasaan kita sebelum tahu banyak tentang dia. Aku hanya berharap ke depannya hubungan ini bisa lebih baik.

Pembicaraan malam itu tak berlangsung lama. ..

***

Desi terlihat berjalan ke arahku. Bersama beberapa temannya ia menatapku. Jantungku terlalu cepat menyambut moment ini. Dia telah menari bahagia. Bedegup kencang mengajakku segera mendekat.

“linda, kamu duluan ya. Aku mau bicara dulu sama Bram.” Putri berjalan menghampiriku.

“Ok. Aku duluan ya.” linda melambaikan tangannya kepadaku.

“Waktuku ga banyak. Maaf ya. Katanya ada yang ingin kamu berikan ke aku ya?” Desi memandangku berusaha ingin tahu apa yang akan ku berikan padanya.

“Kita duduk disana yuk.”

  Desi menganguk. Lalu aku membawanya kedepan taman sekolah. Disana kami duduk tepat depan kelas III IPS3.

“Aku hanya ingin memberimu lagu ini.”  Sambil ku berikan selembar kertas yang kutulis berisi 1 buah lagu.

Ku akui ku memang cinta

Dengan segenap cinta yang ada

Dan ku ingin kau rasakan juga

Apa yang kurasa

Jika hati memang telah padukan kita

Dan anganpun kini telah terwujud nyata

Maka biarkanlah begitu adanya

Cinta kan mewarna

Reff:

Maafkanlah ku yang tak tahu

Segalanya didalam hatimu

Jika memang ku menyayangimu

Adakah kau ragu

Segala mimpi-mimpi yang ku inginkan

Jika nanti hadir jadi kenyataan

Masih adalah yang kau ragukan

Akan semua ketulusan

“Ini adalah lagu yang aku ciptakan sebelum kita jadian. Aku harap ini bisa mewakilkan perasaanku.”

  Desi hanya terdiam. Matanya yang indah itu yang berkata padaku. Seolah mengungkapkan perasaan yang sama seperti yang kurasakan.

Desi melipat kertas itu dan menaruhnya di kantong. “Terima kasih.” Katanya sambil tersenyum lalu memandangku dalam.

Bukan hanya kata itu yang kuharapkan. Aku ingin dia mengungkapkan perasaannya. Sejak bersamanya tak pernah ku dengar kata yang menyejukkan hatiku. Ia selalu terdiam jika aku memancingnya dengan beragam kata pujian yang telah kurangkai indah. Begitu mudahnya ku lukiskan perasaanku. Kadang aku bertanya sesulit itukah mengungkapkan perasaannya. Tapi justru ini yang membuatku makin tertarik padanya. Artinya aku harus lebih bisa menunjukkan kesungguhanku padanya. Sehingga putri dapat dengan mudah mengatakan isi hatinya.

“Yuk, aku antar kamu ke depan. Nanti kamu terlambat lagi pulang.” Kataku sambil menarik tangannya agar Desi  berdiri.

  Desi enggan melangkah,“Kamu ga apa-apa kan kalo minggu minggu kemmarin aku gak bisa keluar sama kamu.”

Aku pun coba tidak membuatnya resah, “Ya ga lah. Aku tuh ingin selalu yang terbaik buat kamu.”

Kami tetap bicara hal-hal lain. Sampai akhirnya aku melepaskannya.

bersambung..